Sejarah Desa

    1. Sejarah Desa
      1. Legenda Asal Usul Desa

Pada zaman dahulu ada seorang petapa wanita bernama siti Fatimah binti maimun,setelah selesai bertapa ada beberapa pasukan perang dari mojopahit telah menggempur raja pajajaran Cirebon banten jawa barat.setelah pulang bertemu dengan siti Fatimah binti maimun untuk singgah atau leren.Lama-lama orang mengumumkan besok kalau ada ramainya zaman Desa ini saya beri nama Leran.

Di wilayah Desa Lerankulon ada beberapa tempat keramat antara lain:

 

  1. Bukit Gaprang

     Setelah nyai Fatimah binti maimun bertapa selesaai makaa semua pasukan/prajurirt Mojopahit di ajak senang-senang istilahnya di tanggap. Jadi nama bukit gaprang yang dikeramatkan berasaal dari siti Fatimah binti maimun nanggap prajurit usai perang.

 

  1. Bukit Ketapang

     Bukit ketapang asal-usulnya bukit tersebut untuk bertapa para Raja, tokoh-tokoh, dan para sesepuh maka bukit tersebut di namakan ketapang.

  1. Makam Proyogati

     Pada zaman dahulu di leran ada seorang laki-laki yang bernama Proyo, kesenanganya mencegati/menghadang orang-orang yang akan pergi untuk berdagang,  dan orang yang akan melakukan aktifitas lainnya. Berhubung dia sering merugikan orang banyak,makaa terbunuhlah Proyo yang pekerjaannya mencegati orang. Dan kuburan tersebut dinamakan makam Proyogati.

 

  1. Makam Langgar

     Di Desa Lerankulon ada makam yang namanya makam langgar, yang di kubur di situ khusus orang-orang islam, terutama paraa santri.

 

      1. Sejarah Pemerintahan

            Sebagai bagian dari wilayah pesisir utara Pulau Jawa maka keberadaan Pemerintahan Desa Lerankulon diperkirakan hampir seusia kebuapaten Tuban yaitu 737 tahun. Sampai dengan saat ini Pemerintah Desa mengalami kesulitan untuk memperoleh data yang akurat tentang sejarah pemerintahan Desa Lerankulon pada masa kerajaan sebelum masa kolonialisme Belanda. Secara umum sejarah pemerintahan Desa Lerankulon memiliki kesamaan dengan desa - desa di wilayah Jawa Timur.

Sejarah pemerintahan desa sangat bertalian erat dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah diatas desa (supradesa), maka dalam sub bab sejarah pemerintahan desa akan disampaikan sejarah pemerintahan desa melalui pendekatan historikal peraturan yang mengatur tentang desa, yang di kelompokkan berdasar masa kekuasan pemerintahan.

 

  1. Masa Kolonial Belanda

Pada tahun 1854, Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan “Regeeringsreglement”  yang merupakan cikal-bakal pengaturan tentang Daerah dan Desa. Dalam pasal 71 (pasal 128.I.S.) menegaskan tentang kedudukan Desa, yakni:

Bahwa Desa yang dalam peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten” atas pengesahan kepala daerah (residen), berhak untuk memilih kepalanya dan pemerintah Desanya sendiri. Kedua, bahwa kepala Desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal atau dari kepala daerah (residen). Gubernur Jenderal menjaga hak tersebut terhadap segala pelanggarannya.

Dalam ordonansi itu juga ditentukan keadaan dimana Kepala Desa dan anggota pemerintah Desa diangkat oleh penguasa yang ditunjuk. Untuk itu, Kepala Desa bumiputera diberikan hak mengatur dan mengurus rumah tangganya dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal, pemerintah wilayah dan residen atau Pemerintah otonom yang ditunjuk dengan ordonansi. Selain itu, dalam ordonansi diatur wewenang dari Desa Bumiputera untuk: (a) memungut pajak di bawah pengawasan tertentu; (b) di dalam batas-batas tertentu menetapkan hukuman terhadap pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh Desa (Suhartono, 2001: 46-47).

Pada masa kolonial Belanda jabatan Kepala Desa  Lerankulon dijabat oleh Bapak Paloh dengan masa jabatan seumur hidup dengan metode pemilihan voting terbuka yang dalam istilah literatur banyak disebut sebagai istilah “tawonan”.

 

  1. Masa Kolonial Jepang

Pada zaman pemerintahan Jepang, pengaturan mengenai Desa diatur dalam Osamu Seirei No. 7 yang ditetapkan pada tanggal 1 Maret Tahun Syoowa 19 (2604 atau 1944). Dari ketentuan Osamu Seirei ini ditegaskan bahwa Kucoo (Kepala Ku, Kepala Desa) diangkat dengan jalan pemilihan. Sedangkan dewan yang berhak untuk menentukan tanggal pemilihan dan syarat-syarat lain dalam pemilihan Kucoo adalah Guncoo. Sedangkan untuk masa jabatan Kucoo adalah 4 tahun. Kucoo dapat dipecat oleh Syuucookan (Surianingrat, 1985: 189-190).

Selanjutnya menurut Suhartono et. al (2001: 49), pada jaman penjajahan Jepang Desa ditempatkan di atas aza (kampung, dusun) yang merupakan institusi terbawah. Pada pendudukan Jepang ini, Otonomi Desa dibatasi bahkan Desa dibawah pengaturan dan pengendalian yang sangat ketat.

Pada masa kolonial Jepang jabatan Kepala Desa  Lerankulon dijabat oleh Bapak Samin Joyo Astro.

 

  1. Masa Awal Kemerdekaan (Presiden Soekarno) atau “orde lama”

UU No. 1/1945 mengatur kedudukan Desa dan kekuasaan komite nasional daerah

UU No. 22/1948 Tentang Pemerintahan Daerah (desa sebagai daerah tingkat tiga)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang memberikan arah pembentukan “Desapraja” (sebagai daerah Tingkat III).

UU No. 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja yang secara difinitif berarti kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan memiliki harta benda sendiri. Alat-alat perlengkapan Desapraja menurut UU No. 19/1965 adalah: (a) kepala Desa, (b) badan musyawarah Desa, (c) Pamong Desapraja, (d) Panitera Desapraja, (e) Petugas Desapraja, (f) badan pertimbangan Desapraja. Disebutkan pula bahwa Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk; Kepala Desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah tangga Desapraja dan sebagai alat pemerintah pusat; Kepala Desapraja mengambil tindakan dan keputusan-keputusan penting setelah memperoleh persetujuan badan musyawarah Desapraja; Kepala Desapraja tidak diberhentikan karena suatu keputusan musyawarah; dan Kepala Desapraja menjadi ketua badan musyawarah Desapraja. Sedangkan anggota badan musyawarah Desapraja dipilih menurut peraturan yang ditetapkan oleh peraturan daerah tingkat I.

Pada masa awal kemerdekaan maka pimpinan desa (petinggi) tetap dipilih oleh rakyat desa akan tetapi terdapat perubahan mekanisme pemilihan yaitu menggunakan metode pemilihan langsung (menggunakan media biting). Masa jabatan kepala desa dan pamong desa rata-rata adalah seumur hidup. Pada masa itu jabatan Kepala Desa lebih dikenal dengan istilah  “petinggi” dan untuk perangkat desa dikenal dengan istilah “pamong desa” yang terdiri dari carik, jogo boyo, bayan, jogo tirto, modin, dan kami tuwo.

Pada masa ini jabatan Kepala Desa Lerankulon  dijabat oleh Bapak Samin Joyo Astro.

 

  1. Masa “orde baru”

Pada masa pemerintahan Pemerintahan Presiden Soeharto atau banyak dikenal dengan istilah “orde baru” dikeluarkan beberapa undang-undang yang mengatur tentang desa  pertama UU No. 6/1969 tentang pembekuan UU No 19/1965 kedua UU No. 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan yang terakhir UU No. 5/1979 tentang pemerintahan Desa, yang memberikan definisi Desa sebagai wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai persatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Pada masa UU No. 5/1979 Kepala Desa bukanlah pemimpin masyarakat Desa, melainkan sebagai kepanjangan tangan pemerintah supra Desa, yang digunakan untuk mengendalikan penduduk dan tanah Desa. UU No. 5/1979 menegaskan bahwa kepala Desa dipilih oleh rakyat melalui demokrasi langsung. Ketentuan pemilihan kepala Desa secara langsung itu merupakan sebuah sisi demokrasi (elektoral) di aras Desa.

UU No. 5/1979 mengenal pembagian kekuasaan di Desa, yakni ada Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Pasal 3 menegaskan, Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Lembaga Musyawarah Desa adalah lembaga permusyawaratan atau pemufakatan yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-kepala Dusun, Pimpinan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan, dan pemuka-pemuka masyarakat di desa yang bersangkutan (Pasal 17). Meski ada pembagian kekuasaan, tetapi LMD tidak mempunyai kekuasaan legislatif lebih lanjut diatur bahwa kepala Desa karena jabatannya (ex officio) menjadi ketua LMD (Pasal 17 ayat 2).

Menurut UU No. 5/1979 Kepala Desa diangkat dan diberhentikan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (pasal 6 dan 9), untuk masa jabatan selama 8 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya (pasal 7). Kepala Desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan Desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah Desa, urusan pemerintahan umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan Desa. Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintah Desa, Kepala Desa bertanggung jawab kepada Bupati melalui Camat; dan memberikan keterangan pertanggung jawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa.

Pada era UU No 5/1979 terjadi perubahan penyebutan pamong desa menjadi perangkat desa dan perubahan beberpa istilah jabatan perangkat desa carik berubah sebutan menjadi Sekretaris Desa, jogo boyo, bayan, jogo tirto, modin berubah sebutannya menjadi Kepala Urusan dan kamituwo menjadi Kepala Dusun.

Pada masa ini jabatan Kepala Desa Lerankulon dijabat oleh Bapak Jahuri untuk periode 1973 s.d. 1992

 

  1. Masa Pasca Presiden Soeharto atau “Orde Reformasi”

Dalam semangat reformasi maka keberadaan pemerintah desa mulai mendapat porsi perhatian yang berbeda dari pemerintah pusat. UU No 22 tahun 1999 memberikan kewenagan desa untuk menjadi daerah otonom self-governing community (otonomi asli). Pada masa berlakunya UU No. 22/1999 Desa memiliki kewenangan asli yang tidak boleh diintervensi oleh pemerintah supraDesa. Di luar skema otonomi Desa di atas, lompatan lain yang tampak dalam UU No. 22/1999 adalah pelembagaan demokrasi Desa dengan lahirnya Badan Perwakilan Desa.

(BPD) sebagai pengganti Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Pasal 94 UU No. 22/1999 menegaskan: “Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa”. Pada masa berlakunya UU No 22/1999 sebangaimana yang terjadi di banyak desa di wilayah Tuban maka di Desa Lerankulon “eforia otonomi desa” sedikit banyak menimbulkan “goncangan” terhadap kestabilan birokrasi pemerintahan desa. Proses pemilihan umum yang diterapkan untuk memilih perangkat/pamong desa dan anggota BPD banyak menimbulkan fiksi di masyarakat. Masa jabatan kepala desa pada saat itu adalah ... tahun dan masa jabatan perangkat desa adalah .... tahun.

Seiring dinamika perkembangan tata pemerintahan republik Indonesia maka UU No.22/1999 dirubah menjadi UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah. Melalui UU 32/2004 Desa tidak termasuk dalam skema desentralisasi teritorial. UU No. 32/2004 tidak mengenal otonomi Desa, melainkan hanya mengenal otonomi daerah. Sebagaimana ketentuan pasal 200 ayat (1) “Dalam pemerintahan Daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintah Desa dan badan permusyawaratan Desa" Penggunaan istilah "dibentuk" ini menegaskan bahwa pemerintah Desa merupakan sub sistem atau bagian dari pemerintah kabupaten, karenanya desa menjalankan sebagian kewenangan pemerintah kabupaten.

Menurut Pasal 206 ada empat urusan pemerintahan Desa: (a) urusan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa; (b) urusan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa; (c) tugas pembantuan dari Pemerintah, provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota; dan (d)urusan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan diserahkan kepada Desa.

Pada masa ini jabatan Kepala Desa Lerankulon Lerankulon dijabat oleh Bapak Salekan untuk periode 1992 s.d. 2007 

Periode 2007 s.d.2013 di jabat PARLIN, SE  dan terpilih lagi pada Pilkades 2013 sampai 2019.terpilihlagi pada PILKADES 2019-2025.

Struktur organisasi pemerintah Desa Lerankulon beserta tata kerjanya akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab selanjutnya.

      1. Sejarah Pembangunan

            Sejarah pembangunan suatu desa merupakan dasar penting yang perlu di sampaikan guna memperoleh rumusan yang lebih komperhensif tentang rencana pembangunan jangka mengeah desa. Sejarah dapat memberikan berbagai pembelajaran penting tentang bagaimana proses dan arah pembangunan diselengarakan, skala proritas dan peran sumber daya dalam prose pembangunan tersebut serta potensi keswadayaan masyarakat. Sistem yang berlangsung selama puluhan tahun menyebabkan pemahaman dan pengindraan dari istilah pembangunan pada artian sempit yaitu penyediaan infrastruktur.

Pembangunan (infrastruktur) yang dilakukan diwilayah Desa Lerankulon telah berlangsung pada masa kolonial belanda yaitu pembangunan jalan Raya Dengles pada tahun 1943 Sebagaimana diketahu melalui sejarah pembangunan yang dilaksankan pada masa kolonial (Belanda dan Jepang) hanya ditujuakan untuk memperlancar kegiatan kolonisasi dari penguasa (penjajah) dimana segenap sumber daya yang ada dieksplotasi secara semena-mena. Masa awal kemerdekaan tidak ditemukan jejak pembangunan infrastruktur fisik, pemerintah (pusat) lebih mengutamakan pembangunan idiologi kenegaraan dan penataan pemerintahan serta upaya-upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan menstabilkan pemerintahan dan keamanan dalam negeri.

Peningkatan kegiatan pembangunan di desa mulai dapat menyentuh desa pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan sistem  Top down planning. Meskipun sejak 1982 telah dikenal perencanaan dari bawah (bottom up planning), mulai dari Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes) hingga Rakorbangnas, tetapi keputusan tentang kebijakan dan program pembangunan Desa tetap terpusat dan bersifat seragam untuk seluruh wilayah. Perencanaan yang terpusat itu juga disertai dengan berbagai proyek bantuan pembangunan Desa, baik yang bersifat spasial (Bantuan Desa) maupun yang sektoral. Setiap departemen, kecuali Departemen Luar Negeri, mempunyai program-program bantuan pembangunan Desa.

Pada masa ini untuk pendanaan pembangunan desa  yang langsung diserahkan desa adalah  Dana pembangunan Desa (Inpres Bandes) selama 30 tahun yang dibagi secara merata ke seluruh Desa sebesar Rp 10 juta (terakhir tahun 1999), yang penggunaannya sudah ditentukan dan dikontrol dari supradesa, sehingga desa tidak bisa secara leluasa dan berdaya menggunakan anggaran tersebut. Lepas dari segala kekurangan dari pemerintahan Presiden Soeharto pada masa itu proses pembangunan Desa Lerankulon mengalami banyak kemajuan antara lain:

  • Pembangunan Infrastruktur dibidang pekerjaan umum seperti jalan, jembatan, irigasi
  • Pembangunan infrastruktur (utilitas) berupa listrik masuk desa
  • Pembangunan infrastruktur Pendidikan (SD Inpres)
  • Pengembangan Sumberdaya Manusia (program penaggulangan buta aksara (Kejar Paket A), Pembentukan organisasi kemasyarakatan desa (PKK,Karang tauna, Rukun Warga, Rukun Tentangga), Pemberian Petugas Penyuluh Lapangan Pertanian, dan lain-lain.

Pada masa reformasi dibawah naungan UU No 22/1999 selanjutnya diganti dengan UU No. 32/2004 maka proses pembangunan desa lebih banyak dikendalikan oleh Pemerintah Kabupaten. Pada masa 10 tahun terakhir pembangunan di Desa Lerankulon oleh Pemerintah Kabupaten Tuban dikonsntrasikan pada pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan pendidikan. Pembangunan desa yang di danai dari Alokasi Dana Desa (ADD) juga masih terkonstrasi pada sektor yang sama dengan APBD Kab. Tuban.

Skema bantuan proyek masuk Desa, lain adalah  KUT , PPK, P2KP, BLT, RASKIN dan lain-lain. Proyek-proyek (yang silih berganti) yang bersifat bagi-bagi uang selalu menimbulkan masalah, sehingga dana menjadi sia-sia. Selain itu, skema bantuan proyek selalu mempunyai birokrasi dan mekanisme tersendiri, yang lepas dari konteks perencanaan lokal (Desa dan daerah) dan kebutuhan lokal.

Program PNPM Pedesaaan memberikan nuansa baru dalam proses pembangunan di Desa Lerankulon, diamana perencanaan pembangunan dimulai dari masyarakat melalui institusi musyawarah penggalian gagasan tingkat desa untuk selanjutnya di kompetisikan antar desa melalui musyawarah antar desa di kecamatan.  Proses pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh PNPM Pedesaan dilaksanakan secara swakelola baik untuk kegiatan penyediaan infrastruktur maupun kegiatan pemberdayaan ekonomi.

Untuk pembanguan yag medukung sector perinkanan tangkap (nelayan) sampai dengan saat ini masih sangat minim. Kegiatan pembangunan desa yang dananya bersumber dari perusahaan swasta pernah ikut menyumbang kemajuan pembangunan desa, pada tahun 2007 ExxonMobil membantu pemerintah desa untuk kegiatan pembangunan infrastruktur publik berupa bangunan saluran air. Sejarah pembangunan desa secara lebih terperinci dapat diperiksa pada lampiran dokumen ini.